Bali, Hukum  

Gara-Gara Landak Jawa Sukena Dipenjara, GPS Bandingkan Kasus OTT Imigrasi

Praktisi Hukum, Gede Pasek Suardika atau yang kerap disapa GPS.dok.faktanews.netans.

FaktaNews.Net | Denpasar  – Praktisi Hukum, Gede Pasek Suardika atau yang kerap disapa GPS membandingkan penanganan kasus yang menjerat I Nyoman Sukena dengan kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) di lingkup Imigrasi Ngurah Rai yang dianggap tumpang tindih.

Pasalnya kasus yang menjerat Sukena diperlakukan sangat cepat, berbeda dengan Kasus OTT Imigrasi Ngurah Rai yang menguap bak ditelan bumi.

“Betapa konyolnya tontonan yang kini jadi bahan olok-olokan seluruh negeri di berbagai media sosial maupun media elektronik ketika kasus landak seiring dengan kasus korupsi timah, kalau di Bali bisa dipadankan soal kasus OTT di Imigrasi Bandara yang kini menguap tanpa bekas dan tanpa pertanggungjawaban publik apapun,” ujar Pasek, Senin (9/9/2024).

Merut Pasek, perlakuan yang dipertontonkan oleh aparat penegak hukum dapat memicu amarah dari masyarakat luas.

“Tontonan penegakan hukum seperti ini akan bisa menjadi pemicu amarah masyarakat sehingga tidak lagi menghormati seragam mentereng aparat penegak hukum,” sambungnya.

Ia berpesan agar aparat penegak hukum bisa menggunakan hati nurani di kasus yang menjerat Sukena.

“Aparat penegak hukum tampaknya perlu membaca peraturan tidak pakai kacamata kuda, lapangkan dada, rawat hati nurani, luaskan pemikiran dan jangan hanya baca teks tidak paham konteks, jangan jadi robot aturan, sebab aturan dibuat untuk memiliki manfaat, berkeadilan dan berkepastian hukum. Penjarakanlah orang jahat tetapi jangan mencari-cari kesalahan untuk memenjarakan orang,” pungkasnya.

Untuk diketahui, I Nyoman Sukena terpaksa berurusan dengan pihak berwajib lantaran kedapatan memelihara empat landak Jawa atas perbuatannya, Sukena pun didakwa melanggar Undang-Undang (UU) Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE).

Hal itu sebagaimana diatur dan diancam Pasal 21 ayat (2) huruf A juncto Pasal 40 ayat (2) UU Nomor 5/1990 tentang KSDA-HE dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.

(*/ans)

Reporter: Dewa Fathur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *